Rabu, 07 Oktober 2009

Mengapa Konseling Islam ?

MENGAPA KONSELING ISLAM?
Oleh Pizaro.

Islam sebagai sebuah dien mempunyai cara pandang dan mekanisme nya tersendiri dalam mengatasi problem kehidupan. Islam bukan lah agama yang meletakkan dasar-dasar yang terpisah. Islam juga bukan sekedar metafor-metafor dan kata-kata yang merangsang jiwa manusia, namun Islam mempunyai keindahan hakiki yang lebih dari itu semua sebagai pemecah solusi problem manusia hingga ke akarnya. Karena dalam terminologi Islam, kita mengenal Iman! Kekuatan Iman inilah yang menjadi penggerak yang menggerakkan, penguat kekuatan, pelawan ketakutan, perangsanag rasio jernih. Dia adalah eksistensi, rasional, kekuatan, dan motivasi substantive.
Dalam surat Al Buruuj ayat 1-22 sebuah Kisah asbakhul ukhdud, sang penggali parit adalah sebuah contoh paripurna dari sebuah iman, bagaimana kekuatan iman dapat mengalahkan api yang membara, penguasa yang tirani, pengalah logika dunia dengan logika Iman. Subhanallah. Kisah asbakhul ukhdud menceritakan bagaimana kegetiran kaum muslimin dimana mereka harus masuk ke parit yang berisi api menyala, kala itu umat Islam dihadapkan pada dua pilihan yang mengejutkan: mengakui penguasa zalim sebagai Tuhan atau Allahu Ta’ala sebagai Tuhan yang Maha Esa, Tuhan segala umat manusia pemilik semesta alam. Jika kaum muslimin tidak mau mengakui sang penguasa zalim itu sebagai Tuhan, dan beriman hanya kepada Allah, maka mereka harus terjun ke api-api yang menyala. Namun apa yang terjadi, kaum muslim itu lebih memilih parit yang membara sebagai peraduannya ketimbang menghamba sesama manusia dengan mengakui sesama manusia sebagai Tuhan! Dan balasan Allah turun dengan ayatnya, yang mengatakan ITULAH KEBERUNTUNGAN YANG BESAR. Subhannallah. Kisah ini juga yang diabadikan AsySyahid Sayyid Quthb dalam bab pamungkasnya pada Kitab Ma’alim Fiththoriqh yang kita ketahui setelah kitab itu ditulis, bayaran syahid ditebusnya dengan cara digantung oleh pemerintah Mesir karena tulisan-tulisan AsySyahid dinilai revolusioner dan subversive bagi pemerntah Mesir. Inilah kekuatan iman, yang tidak mudah menyerah, peneman dalam kesepian, pendobarak kemunafikan, letupan letakutan bagi penyokong jahiliyah, keberanian yang tidak takut, pasir akidah yang tidak larut dalam kesenangan dunia, tidak mentuhankan dunia, sekali lagi kekuatan Iman adalah segalanya, karena dunia terlalu kecil bagi kita semua. Rasakanlah ketika iman sudah mendera sumbu-sumbu pikiran anda.



“’Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan, dan yang disaksikan. Binasalah dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk disekitarnya sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap-orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mu’min itu melainkan karena orang-orang mu’min itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai Kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu’min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahanam dan bagi mereka azab neraka yang membakar. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai: itulah KEBERUNTUNGAN YANG BESAR” (Al Buruuj 1-11)

Dalam keadaaan gelap Islam menjadi penerang menuju petunjuk jalan yang sebenarnya, Islam tidak memberikan topeng palsu yang hanya menjadi hiasan fatamorgana. Islam hanya memberikan pendekatan paripurna yang berlandasakan nilai akidah hingga orang yang menjalaninya tidak gentar pada dunia ini karena ia hanya takut kecuali kepada Allah.
Barat dengan segala pendekatannya mencoba mereduksi agama sebagai temuan yang memaksa manusia lepas dari kesenangannya. Mencoba memerdekakan manusia dari pemikiran kerdil tentang dunia. Ia mentasbihkan diri sebagai pendekatan modern yang telah meninggalkan pola-pola lama (baca: agama). Kita bisa melihat bagaimana Freud menelanjangi agama sebagai sebuah neurosis, atau juga Marx yang mengatakkan bahwa agama sekedar candu. Pernyataan itu dengan mudah dipatahkan, karena pertama mereka tidak merasakan bagaimana kekuatan agama karena meraka tidak lebih sebagai seorang atheis dan penyembah berhala. Kemudian, saya berhasil meneliti bahwa Freud sendiri memang mengalami trauma oleh Kristen anti semitik yang mengejeknya karena seorang yahudi. Artinya Freud memang salah menilai agama dan cepat menggeneralisir agama yang setelah itu ia kaitkan dengan psikoanalisisnya. Selanjutanya apa yang dikatakan Viktor Frankl bahwa pendekatan terapi Barat masih bersifat homeostatis yakni kenikmatan fisik dan materi, menjadi pembenaran. Ini bisa dilihat bagaimana Freud menumpukan pada prinsip kenikmatan, lantas bagaimana Maslow juga menjebak manusia unutk memenuhi kebutuhan fisologis pada awal motivasi manusia. Islam tidak menjadikan kenikmatan semu seperti itu sebagai penggembira utama, namun yang lebih dahsyat dan menggugah selera adalah kenikamatan merasakan Islam sebagai penentram diri dan prinsip kekuatan mengatasi kehidupan, karena itulah nikmat yang sebanarnya. Seperti juga menyitir ucapan AsySyahid Hasan al Banna bahwa nikmat yang indah itu adalah nikmat pemahaman. Dengan pemahaman kita bisa mengendalikan ego diri kita yang dapat menjerumuskan kita untuk larut dalam perputaran dunia.
Lantas, tulisan ini bukan berarti ingin mengetengahkan Islam yang sekedar imajiner, absurd dan mengawang-ngawang atau juga sekedar doctrinal, namun pada akhirnya kita harus melihat bagaimana efek dari sisi aksiologis pada penerapan Konseling Islam itu yang biasanya ditantang Barat kepada Islam. Selama saya berkecimpung sebagai praktisi konseling mengarungi problem-problem kehidupan manusia, khususnya remaja. Apa yang kita agungkan layaknya RET, analisa transaksional, Rogerian, Behaviour Theraphy, dan sebagainya ternyata diparipurnakan oleh pendekatan Konseling Islam, malah berbagai pendekatan yang lahir dari rahim di luar Islam itu mengalami kehabisan bensin membantu mengatasi problem hakiki kehidupan manusia. Ia tidak bia memasuki relung-relung yang paling dasar. Konseling dari barat juga tidak mampu menembak sasaran yang paling vital dalam diri manusia yaitu jiwa dan agama. Konseling barat hanya dapat merubah perilaku manusia sesaat dan kembali patologis karena memang pada dasarnya ia tidak mengubah paradigma yang hakiki (seperti yang diagungkan pada RET selama ini) yakni paradigma Iman, paradigma Tauhid dan paradigma akidah yang menjadi pintu masuk ke perilaku manusia.
Konselor muslim tidak boleh tertipu dengan dunia ini, terbuai dengan kamuflase-kamuflase dunia yang sengaja diciptakan oleh Allah sebagai uji kompetnsi keimanan seorang hamba. Konselor muslim harus memiliki ciri khas sebagai seorang muslim, kecirikhasan itu yang nanti bisa membedakan mana yang haq, mana yang bathil. Mana yang tipuan, mana yang asli. Mana yang esensi, mana yang substansi. Dana mana yang memiliki ikatan keimanan dan mana yang tidak. Apakah kita harus bangga bisa merubah, menyelesaikan masalah yang padahal itu hanya tipuan-tipuan?
Suatu saat seorang remaja datang kepada saya tentang ketidaktahanan ia untuk berpacaran, bagaimana ia sudah terbuai dengan wanita pujaannya yang secara parasdan kepribadian memikat hatinya. Apabila kita memakai pendekatan Freud, tidaklah mustahil kita memberikan saran bagi remaja itu untuk menyalurkan hasratnya, begitu juga dengan pendekatan seperti AT dan RET, kenapa itu bisa terjadi? Karena pendekatan itu tidak memliki fondasi filosofis untuk meningkatkan keimanan kepada TuhanNya dan menghamba hanya kepada Alloh SWT. Ada lagi yang berkarta bahwa seorang remaja sulit kita berikan pemahaman keislaman yang sesungguhnya tentang aturan yang sebenarnya dalam Islam, karena masa pubertas yang memang sedang dalam puncaknya. Entah kenapa saya tidak mengalami hal itu, dengan berbagai tahapan dan goalnya menjelaskan konsep jodoh dan jatuh cinta dalam Islam, anak itu malah mengerti dan memaknai konsep cinta itu, bahkan untuk menghilangkan virus negatif tentang cintanya, saya suruh ia sholat, dzikir, dan berdoa kepda Alloh, dan mengasah potensinya dibidang olah raga. Dan itu berhasil. Dimana letak ketidak canggihan konseling Islam?
Kemudian saya juga menangani sebuah kasus diseksistensi kepribadian yang parah pada seorang remaja perempuan yang baru diputus cintanya. Ia mengalami demotivasi, kerap menangis, dan murung. Ia mengatakan tidak bisa hidup tanpa kekasihnya karena telah tertancap kuat pada ulu hati emosinya. Pikirannya juga tidak bisa menyisihkan peraduan rona tampan kekasihnya karena memori romantisme itu selalu hadir dalam bayangan. Kalau kita memakai pendekatan psikoanalsisa, anak itu dengan mudah untuk mencari pengganti sang pria dalam arti cari pacar lagi sebagai pemecah masalah. Lantas saya berpikir jauh, jikalau anak itu akan mendapatkan pacar lagi, siapa yang menjamin anak itu tidak berpotensi sakit hati kembali? Dan sekalipun dengan ia mendapatkan pacar yang lebih layak, apakah masalahnya akan hilang? Tidak ada yang menjamin, bisa jadi lebih parah. Pada kasus ini, saya memakai pendekatan hikmah yang menarik benang merah atas kejadian ini. Saya tidak lagi mengarahkan anak itu pada romantisme panjang namun mencari akar luhurnya bahwa kita sudah bergantung kepada manusia, itulah kenapa kenangan itu selalu hadir. Pasca konseling itu, saya observasi anak itu kedepannya. Walau ada seorang laki-laki mendekatinya dan ingin menajadi pacar barunya, anak itu mulai berpikir panjang, mendalam, analitis, dan akhiranya enggan untuk pacaran kembali, dan uniknya anak itu malah kini aktif pada Rohis Sekolah.
Tantangan bagi konselor Muslim ialah bagaimana mereka harus mencharge iman mereka sendiri karena keberhasilan konseling Islam juga ditopang dengan konselornya yang yakin dengan Iman kepada Allah dan Rasulullah, jika itu tidak dilakukan mustahil konseling Islam mereka akan menghasilkan hal yang baik. Dari situ konseli akan melihat kepribadian seorang konselor sebagai salah satu imitasi keteladanannya.

“Sesungguhnya Allah sangat mencintai seseorang, yang apabila ia mengerjakan tugas, ia mengerjakannya dengan baik” (Al Hadits)

Ingatlah bahwa Allah sesuai dengan prasangka hambanya, jika kita yakin dan percaya, sungguh keberhasilan dalam kosneling dengan pendekatan Islam bukanlah sekedar mimpi. Para konselor muslim yang mengklaim bahwa konseling konsvensional lebih baik daripada konseling Islam, sungguh itu bukanlah berarti mekanisme konseling konvensional lebih baik, namun permasalahan sesungguhnya ada pada konselor itu sendiri yang belum yakin terhadap Allah dan Rasulnya.

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (al-ahzab 21)

Ketidakberhasilan dalam proses konseling Islam karena penyebab keyakinan dan skill konselor yang mesti mengetahui bagaimana prosesi konseling Islam itu berjalan. Inilah tantangan kedepan bagi para konselor muslim yang memainkan peran sentral agama dalam kesehariannya. Mari kita bersama-sama menjadi saksi yang memberikan jalan bagi sesama saudara kita yang masih terjebak dalam tipu muslihat dunia berserta permasalahan-permasalahannya.

“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala-pahala yang besar, dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih” (al Ahzab ; 21)

Diposting ulang oleh Dafrizal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar